Pendahuluan
Respirasi merupakan mekanisme yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan Oksigen (O2) dan mengeluarkan Karbon dioksida.(CO2). O2 merupakan aseptor elektron dan hidrogen akhir pada rangkaian sitokrom dalam fosforilasi oksidasi di mitokondria. Meskipun sel mampu melakukan reaksi anaerobik-glikolisis dalam menghasilkan energi namun tanpa O2 dalam waktu yang relatif lama reaksi selular yang menghasilkan energi akan gagal.
Pada manusia, respirasi terdiri dari 3 fase yaitu: 1) Respirasi eksternal yaitu mekanisme untuk mendapatkan O2 dari lingkungannya dan membuang CO2; 2) Transportasi gas pernafasan yaitu mekanisme untuk mendistribusikan O2 ke seluruh sel-sel tubuh yang membutuhkannya dan mekanisme dimana CO2 dipindahkan dari sel-sel tubuh ke tempat dimana ia dibuang ke lingkungan.; dan 3). Respirasi internal yaitu mekanisme dimana O2 dibutuhkan oleh sel untuk menghasilkan energi dan reaksi yang menghasilkan CO2. Dalam modul ini diketengahkan hanya pada mekanisme respirasi eksternal, transport gas pernafasan, pengendalian respirasi serta mekanisme yang berkaitan gangguan respirasi.
MEKANISME RESPRASI
Untuk memahami mekanisme respirasi pada manusia maka pemahaman tidak saja meliputi struktur dan fungsi organ-organ respirasi, tapi juga bagaimana mekanisme terjadinya pertukaran gas, laju serta volume udara respirasi yang dipertukarkan.
- 1. Struktur dan Fungsi organ respirasi
Sistem respirasi pada manusia terdiri dari beberapa organ yang masing-masing mempunyai fungsi yang spesifik. Secara umum fungsi respirasi sebagai berikut :
- Pertukaran gas O2 dan CO2
- Memanaskan udara dan menjenuhkan udara dengan uap air
- Membersihkan udara dari debu dan material asing lainnya
- Termoregulasi dan keseimbangan air
- Memindahkan material beracun dari darah
- Reservoir darah
- Reaksi metabolisme khusus.
Struktur sistem respirasi pada manusia (Gambar 1 ) terdiri dari: saluran terbuka yang membawa udara (conducting airways) masuk dan ke luar paru-paru. Udara masuk ke sistem respirasi melalui hidung (dan mulut), kemudian mengalir melalui faring, glotis, laring, trakea, bronki, bronkiolus ke alveoli paru-paru.
Struktur saluran respirasi terdiri dari mukosa, merupakan membran mucus yang terdiri dari epithelium dengan lapisan jaringan areolar di bawahnya. Di bawah jaringan areolar terdapat lamina propria yang menunjang epithelium. Pada bagian atas sistem respirasi, trakea dan bronki, lamina propria mengandung kelenjar mukus yang menyalurkan seksesinya ke permukaan epithelium sedangkan pada sistem respirasi bagian bawah terdapat otot polos. Struktur epithelium respirasi berubah sepanjang saluran respirasi. Pada rongga hidung dan bagian atas faring epithelium berbentuk torak berlapis semu dengan silia, sedangkan pada faring berubah menjadi epithelium gepeng bertingkat. Pada bronkiolus kecil epithelium bertingkat semu digantikan oleh epitel berbentuk kubus dengan silia yang tersebar. Daerah pertukaran gas pada alveoli dilapisi oleh selapis epithelium gepeng .
Hidung : Hidung merupakan lintasan utama masuknya udara dalam sistem respirasi. Udara masuk melalui nares eksternal yang terbuka ke dalam rongga hidung. Epitelium yang terdapat pada vestibula mengandung rambut kasar yang meluas sampai nares eksternal. Partikel-partikel yang ada di udara seperti debu, serbuk gergaji atau bahkan serangga akan terperangkap dalam rambut. Dengan demikian, mencegah material-material tersebut masuk ke rongga hidung. Septum nasal membagi rongga hidung menjadi bagian kiri dan kanan Rongga hidung terbuka ke nasofaring melalui nares internal.
Faring : Faring merupakan wadah yang digunakan bersama oleh sistem respirasi dan pencernaan. Faring di bagi 3 bagian yaitu: 1) nasofaring, 2) orofaring dan 3) laryngofaring.
Trakea: Merupakan tabung yang selalu terbuka oleh karena adanya cincin kartilago. Trakea memasuki rongga thoraks dan bercabang ke-2 jalan udara utama yaitu: bronkus .
Bronkus: Bronkus kanan bercabang menjadi 3 lobus bronki dan bronkus kiri bercabang menjadi 2 lobus bronki. Lobus bronki bercabang-cabang secara dikotomi yang pada akhirnya membentuk jalan udara yang kecil sampai mencapai bronkiolus.
Bronkiolus: Bronkiolus bercabang hingga mencapai bronkiolus terminal yang merupakan jalan udara terkecil tanpa alveoli. Semua pelintasan udara ini berfungsi membawa udara pernafasan dan tidak mengambil bagian dalam pertukaran udara. Oleh karena itu maka bagian-bagian ini dikenal dengan ruang mati anatomis (Anatomical Dead Space). Kecuali terminal bronchiolus, semua lintasan udara memiliki kartilago dalam bentuk lempengan yang tumpang tindih untuk menjaga lintasan udara tetap terbuka. Terminal bronkiolus bercabang-cabang membentuk bronkiolus respiratorius.
Bronkiolus respiratorius: Mengandung sedikit alveoli, bercabang-cabang terus sampai akhirnya membentuk duktus alveolar yang lebih kecil, kemudian saccus alveolar dengan alveoli.
Alveoli: Berdinding tipis yang merupakan tempat terjdinya pertukaran gas utama antara udara alveolar dengan kapiler darah. Semua bagian saluran udara mulai dari bronkiolus respiratorius sampai alveoli merupakan zona respiratorius paru-paru. Dinding alveoli terdiri dari epitel berbentuk kubus yang sangat tipis yang hampir langsung mengadakan kontak dengan endothelium kapiler yang sangat tipis yang berasal dari arteri pulmonalis. Pada paru-paru manusia dewasa terdapat kira-kira 15 juta duktus alveolar dengan kira-kira 300 juta alveoli yang mengadakan kontak dengan 300 juta kapiler. Jika rata-rata diameter alveolus kira-kira 250 um maka total luas area permukaan pertukaran gas kira-kira 70 m.
Paru-paru merupakan massa yang berupa spons dan jaringan elastis yang terbentang dalam rongga thoraks yang kedap udara. Paru-paru dibungkus oleh pleura visceral yang merupakan membran jaringan pengikat yang secara anatomi merupakan penerusan dari membran perikardium. Pleura visceral dipisahkan dari pleura parietal oleh ruang intrapleural yang sempit yang mengandung beberapa ml cairan yang bekerja sebagai pelumas membran selama pergerakan ventilasi.
Jaringan paru-paru mendapat suplai darah dari 2 lintasan yaitu yang mensuplai bagian respirasi paru-paru sedangkan lainnya mensuplai saluran udara. Permukaan pertukaran respirasi menerima darah dari arteri lintasan pulmonalis. Arteri pulmonalis memasuki paru-paru pada bagian hilum dan bercabang bersamaan dengan bronki ketika mencapai lobulus. Setiap lobulus menerima arteriol dan venula dan jaringan kapiler yang mengelilingi setiap lobulus sebagai bagian dari membran respirasi. Selanjutnya, menyediakan mekanisme untuk pertukaran gas. Darah dari kapiler alveolar melintasi venula pulmonalis dan kemudian memasuki vena pulmonalis yang membawanya ke atrium kiri.
2. Mekanisme respirasi
2.1 . Prinsip-prinsip pertukaran Gas.
Komposisi gas dalam atmosfir terdiri dari nitrogen 78.09%, oksigen (O2) 20.95%, argon 0.93% dan karbon dioksida (CO2) 0.03%. Persentase ini merupakan komposisi pada udara kering dan konstan sebab aliran konveksi termal yang bertanggung jawab terhadap percampuran dari komponen atmosfer di atas jarak 100 km di atas permukaan laut. Difusi merupakan mekanisme dasar dimana O2 atau CO2 melintasi membran atau berpindah oleh karena adanya perbedaan konsentrasi.
2.2. Mekanisme pertukaran Gas
Mekanisme pertukaran gas di paru-parui terdiri dari inspirasi dimana udara dari luar masuk ke paru-paru dan ekspirasi dimana udara ke luar dari paru-paru. Selama pernafasan normal, mekanisme inspirasi melibatkan otot-otot diapragma dan intercostalis eksterna. Ketika diapragma berkontraksi, serabut serabut otot memendek sehingga mengakibatkan diapragma mendatar sehingga rongga thoraks membesar. Demikian juga ketika otot intercostalis eksterna berkontraksi, tulang rusuk bergerak ke atas dan ke depan sehingga rongga thoraks meluas ke arah lateral dan anterior-posterior. Hal ini menyebabkan peningkatan volume rongga thoraks sehingga tekanan dalam thoraks menurun lebih rendah dari tekanan udara luar dan udara masuk ke dalam paru-paru. Selama latihan otot-otot inspirasi tambahan melakukan aktivitas yaitu: otot skaleneus, sternocleidomastoid, anterior seratus dan elevator scapula (Gambar 2).
Kontraksi diapragma → diapragma mendatar
Kontraksi intercostalis eksterna → tulang rusuk maju dan keatas
↓
Rongga thoraks membesar
↓
Tekanan tongga thoraks mengecil
↓
Udara masuk
Gambar 2. Mekanisme inspirasi
Kontraksi interkostalis interna → tulang rusuk turun
Kontraksi seratus anterior posterior → tulang rusuk turun
Konraksi rektus abdominalis → isi perut terangkat
↓
Rongga thoraks mengecil
↓
Tekanan rongga thoraks membesar
↓
Udara keluar
Gambar 3 . Mekanisme ekspirasi
Pada proses respirasi normal, ekspirasi merupakan proses pasif akibat 1) relaksasi otot-otot inspirasi sehingga menurunkan volume rongga thoraks dan, 2) sifat elastic recoil paru-paru yang mengakibatkan paru-paru mengempis. Ekspirasi akibat penurunan volume rongga thoraks seiring dengan relaksasi serabut-serabut otot diapragma mengembalikan bentuk konfigurasi diapragma seperti semula.. Penurunan volume menyebabkan tekanan dalam rongga thoraks meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan di luar sehingga udara keluar dari paru-paru.. Otot-otot intercostalis interna, seratus anterior posterior dan rektus abdominalis turut berperan selama ekspirasi kuat atau latihan (Gambar 3).
Pertukaran gas dalam membran respirasi sangat efisien. Hal ini disebabkan faktor-faktor sebagai berikut:
- Perbedaan tekanan partial yang sangat besar gas-gas pernafasan antara alveoli dengan darah.
- Jarak yang terlibat dalam pertukaran gas sangat pendek.
- Gas-gas yang dipertukaran sangat larut dalam lemak
- Total luas area permukaan dimana terjadi pertukaran gas sangat luas
- Struktur aliran darah dan aliran udara yang baik sehingga memperbaiki efisiensi baik ventilasi paru-paru maupun sirkulasi paru-paru.
3. Laju Respirasi dan Volume Respirasi
Kapasitas dan volume udara respirasi biasanya diukur dengan spirometer. Pada manusia kapasitas dan volume udara yang diukur adalah:
- Volume Tidal (VT) : Adalah volume udara yang dipertukarkan setiap kali inspirasi dan ekspirasi selama pernafasan normal dan pada manusia dalam keadaan istirahat kira-kira 500 ml
- Volume Cadangan Inspirasi (IRV) : Adalah volume udara yang dapat diinspirasikan selama inspirasi yang maksimal dan kuat setelah volume tidal diinspirasikan dan jumlahnya kira-kira 3 L.
- Volume Cadangan Ekspirasi (ERV): Volume udara yang dapat diekspirasikan selama ekspirasi yang maksimal dan kuat setelah volume tidal diekspirasikan yang jumlahnya kira-kira 1 L
- Volume Residu (RV): Volume udara yang tersisa dalam paru-paru setelah ekspirasi yang sangat kuat dan jumlahnya kira-kira 1.2 L.
- Kapasitas Vital (VC): Volume udara yang yang dapat diekspirasikan dengan ekspirasi yang sangat kuat setelah inspirasi yang maksimal: VC merupakan penjumlahan dari : VT + IRV + ERV yang jumlahnya kira-kira 4.8 L.
- Kapasitas Residu Fungsional (FRC) : Volume udara yang tertinggal dalam paru-paru pada akhir eksirasi yang tidak kuat dan jumlahnya kira-kira 2 L.
- Kapasitas Total Paru-paru (TLC): Merupakan penjumlahan Kapasitas Vital (VC) dan Volume Residu (RV) dan jumlahnya kira-kira 6 L.
Nilai di atas adalah nilai rata-rata pada laki-laki usia muda dan nilai-nilai ini bervariasi menurut umur, seks, kesehatan dll. Volume residu, Kapasitas residu Fungsional, Kapasitas total paru-paru tidak diukur dengan spirometer melainkan dengan menggunakan Gas Dilution Techniques.
Laju respirasi (f) adalah jumlah pernafasan setiap menit. Laju respirasi normal seorang dewasa dalam keadaan istirahat berkisar 12-18 kali permenit sedangkan pada anak-anak lebih cepat yaitu 18-20 kali permenit. Apabila volume Tidal (VT) adalah 500 ml dan ada 12 kali pernafasan tiap menit (f) maka volume total udara yang memasuki atau meninggalkan paru-paru setiap menit adalah 12 X 500 = 6000 ml (6L) dan ini yang dikenal dengan Volume respirasi permenit (VE).
VE = f X VT
Meskipun demikian, tidak semua udara yang masuk mencapai permukaan tempat pertukaran gas di alveoli. Dari 500 ml udara inspirasi, kira-kira 150 ml berada di Anatomical Dead space (VD) jalan udara dimana tidak terjadi pertukaran gas. Oleh karena itu, volume udara segar sesungguhnya yang mencapai alveoli setiap menit adalah (500-150) X 12 = 4200 ml. Jumlah ini dikenal dengan Ventilasi Alveolar.
VA = f X (VT-VD)
Untuk lebih memahami materi mekanisme respirasi pada pembahasan di atas maka jawablah soal-soal latihan berikut ini:
- Mengapa bernafas melalui hidung lebih baik dibandingkan dengan melalui mulut?
- Mengapa pada saat anda menelan makanan kadang-kadang anda tersedak ?
- Mengapa saluran udara dari trakea sampai bronkiolus terminal dikatakan “ Anatomical Dead Space” ? .
- Faktor-faktor apa yang menyebabkan sehingga pertukaran gas antara dinding alveoli dan kapiler darah sangat efisien.
- Mengapa pada proses respirasi normal, ekspirasi merupakan proses yang pasif?
- Apabila anda bernafas 15 kali per menit maka berapakah volume udara segar yang mencapai alveolar ?
Untuk mendapatkan jawaban yang memadai, ikutilah petunjuk-petunjuk jawaban berikut ini.
1. Kajilah kembali bahasan mengenai struktur dan fungsi organ respirasi dalam hal ini struktur dari hidung. Dengan demikian anda pasti mendapatkan jawaban atas pertanyaan tersebut
2. Kajilah kembali bahasan mengenai struktur dan fungsi organ respirasi dalam hal ini struktur dan fungsi dari organ faring. Dengan demikian anda pasti mendapatkan jawaban atas pertanyaan tersebut
3. Kajilah kembali bahasan mengenai organ yang hanya merupakan saluran dan organ yang terlibat dalam pertukaran gas. Dengan demikian anda pasti mendapatkan jawaban atas pertanyaan tersebut
4. Kajilah kembali bahasan mengenai mekanisme respirasi dalam hal ini efisiensi pertukaran gas dalam membran respirasi. Dengan demikian anda pasti mendapatkan jawaban atas pertanyaan tersebut
5 Kajilah kembali bahasan mengenai mekanisme respirasi terutama mengenai mekanisme ekspirasi. Dengan demikian anda pasti mendapatkan jawaban atas pertanyaan tersebut
6 Kajilah kembali bahasan mengenai laju dan volume respirasi. Hitunglah berapa kali anda mengadakan respirasi dikalikan dengan volume tidal dikurangi dead space. Dengan demikian anda pasti mendapatkan jawaban atas pertanyaan tersebut
RANGKUMAN
Dari uraian mengenai mekanisme respirasi maka dapatlah disimpulkan sebagai berikut:
Sistem respirasi melibatkan organ-organ : hidung (kadang-kadang mulut), faring, trakea, bronkus, bronkiolus dan alveolus. Fungsi respirasi adalah pertukaran gas O2 dan CO2, memanaskan udara dan menjenuhkan udara dengan uap air, membersihkan udara dari debu dan material asing lainnya, termoregulasi dan keseimbangan air, memindahkan material beracun dari darah, reservoir darahdan melakukan reaksi metabolisme khusus.
Pertukaran gas respirasi mengikuti prinsip pertukaran gas dalam hal ini prinsip-prinsip difusi. Mekanisme respirasi terdiri dari inspirasi (udara masuk ke paru-paru) dan ekspirasi (udara dikeluarkan ke lingkungan luar) dengan melibatkan otot-otot inspirasi dan ekspirasi. Perbedaan tekanan partial yang sangat besar gas-gas pernafasan antara alveoli dengan kapiler darah, jarak yang pertukaran gas yang pendek, gas-gas yang dipertukaran sangat larut dalam lemak, total luas area permukaan pertukaran gas yang sangat luas menyebabkan pertukaran gas melalui membran sangat efisien.
Kapasitas dan volume udara respirasi biasanya diukur dengan spirometer. Laju respirasi adalah jumlah pernafasan per menit dimana dalam keadaan normal dan sedang beristirahat orang dewasa 12-18 kali per menit sedangkan pada bayi 18-20 kali per menit.
PENGENDALIAN RESPIRASI, PENGANGKUTAN GAS RESPIRASI, GANGGUAN RESPIRASI DAN ADAPTASI
1. Pengendalian Respirasi
Respirasi dikendalikan dalam sistem saraf pusat (SSP). Respirasi yang voluntari diperintahkan oleh korteks sedangkan yang otonomi oleh struktur di daerah medulopontin. Otot-otot respirasi disuplai oleh saraf dari medulla servikal (C IV-VIII) dan dari medulla thorakal (Th I-VII). Saraf afferent meneruskan impuls yang berasal dari kemoreseptor, mekanoreseptor dll. ke SSP
Kemoreseptor perifer ditemukan pada badan karotik dan aortik. Pada manusia, organ sensor O2 yang utama adalah badan karotid. Impuls dari sensor-sensor ini meningkat ketika pO2 turun di bawah 100 mmHg. Penigkatan CO2 mengakibatkan penurunan pH dalam cairan serebrospinal (CSF) yang kemudian merangsang kemoreseptor yang terdapat medulla oblongata anterior. Rangsangan ini meningkatkan aktivitas respirasi dengan tujuan menurunkan pCO2.
Mekanoreseptor terdapat pada jalan nafas bagian atas dan dalam paru-paru. Terdapat dalam beberapa jenis dan mempunyai beberapa fungsi. Pada paru-paru, reseptor utama adalah reseptor regang pulmonary (PSR) dari refleks Hering-Breuer. Inflasi paru-paru meregangkan PSR dan memulai impuls yang dibawa ke SSP oleh serabut besar yang bermielin dalam saraf Vagus (N X). Hal ini meningkatkan waktu respirasi dan mengurangi frekuensinya. Saraf ini juga terlibat dalam refleks yang menyebabkan bronkokonstriksi, takikardia dan vasokonstriksi.
Pengendalian respirasi secara otomom dilakukan oleh pusat respirasi dalam pons dan medulla. Pusat-pusat ini mengatur kedalaman respirasi dan titik potong yang menghentikan respirasi. Pusat medulla penting untuk menentukan irama respirasi dan untuk refleks Hering-Breuer, yang menghalangi inspirasi pada saat paru-paru diregangkan.
Reseptor lainnya yang menerima rangsang kemudian diteruskan ke medulla adalah:
- Proprioreseptor yang mengkoordinasi aktivitas otot dengan respirasi: suhu tubuh dengan jalan meningkatkan kecepatan respirasi saat demam
- Presoreseptor atau baroreseptor yang mengirimkan saraf afferen ke pusat medulla atau ke daerah penghambat jantung di medulla. Dalam arah sebaliknya aktivitas respirasi mempengaruhi tekanan darah dan denyut nadi meskipun efek ini tidak begitu besar. Pusat SSP yang lebih tinggi (korteks, hipotalamus, sistem lembik), mempengaruhi respirasi pada waktu gelisah, nyeri, bersin, menguap, dll.
2. Pengangkutan Gas Respirasi
2.1. Pengangkutan Oksigen
Kelarutan O2 dalam plasma darah sangat terbatas. Setiap 100 ml darah yang meninggalkan kapiler alveolar membawa darah kira-kira 20 ml dan dari jumlah tersebut, hanya kira-kira 0.3 ml (1.5%) yang terlarut dalam plasma darah. Sisanya, berikatan dengan molekul hemoglobin (Hb). Hemoglobin terdiri dari 4 subunit protein globular yang masing-masing mengandung gugus heme dengan ion besi ditengahnya dimana O2 terikat. Jadi, setiap molekul Hb dapat mengikat 4 molekul O2 membentuk oksihemoglobin. Reaksi ini merupakan reaksi yang revesibel seperti yang berikut :
Hb + O2 Hb O2
Setiap sel darah merah mengandung kira-kira 280 juta molekul Hb. Oleh karena setiap molekul Hb mengandung 4 gugus heme maka sel darah merah sangat potensial dengan membawa lebih dari 1 milyar molekul O2. Dalam kondisi normal, hemoglobin dipengaruhi oleh faktor faktor seperti: 1) p O2 dalam darah, 2) pH darah, 3) suhu dan 4) aktivitas metabolisme yang terus menerus dalam eritrosit.
2.2. Pengangkutan Karbondioksida (CO2)
Karbon dioksida berasal dari hasil metabolisme aerobik sel-sel jaringan. Setelah memasuki aliran darah akan diangkut dengan cara :
- Membentuk asam karbonat
Kira-kira 70% CO2 diabsorbsi oleh darah dan dibawa sebagai molekul asam karbonat, dengan adanya enzim karbonik anhidrase dalam sel-sel darah merah
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3
Laju pembentukan asam karbonat tergantung pada konsentrasi CO2 (pCO2 ) dalam larutan.
- Berikatan dengan hemoglobin
Kira-kira 23% CO2 dibawa oleh darah berikatan molekul dengan Hb di dalam sel-sel darah merah. Molekul CO2 berikatan dengan gugus amino (-NH2) molekul Hb membentuk karbaminohemoglobin (HbCO2) yang merupakan reaksi yang reversible sebagai berikut:
CO2 + HbNH2 HbNHCOOH
Reaksi ini juga dapat disingkat tanpa gugus amino sebagai berikut:
CO2 + Hb HbCO2
- Larut dalam plasma
Plasma sangat cepat jenuh dengan CO2 dan hanya kira-kira 7% CO2 yang diabsorbsi oleh kapiler perifer ditransportasikan sebagai molekul gas terlarut
3. Gangguan terhadap Respirasi
3.1. Hipoksia
Hipoksia merupakan suatu keadaan dimana jaringan atau sel kekurangan oksigen. Secara klinis, dikenal 4 jenis hipoksia yaitu:
- Hipoksia Hipoksik : Terjadi apabila ketersediaan oksigen untuk sel-sel darah merah dari atmosfir berkurang (pO2 rendah). Penyebabnya adalah : a) rendahnya pO2 atmosfir seperti di tempat ketinggian, b) hipoventilasi seperti pada kelumpuhan otot-otot pernafasan, depresi pengendali respirasi di medulla oblongata, tekanan eksternal yang tinggi pada thoraks, pada obstruksi aliran udara dan atelektasis (paru-paru kolaps), c) penghambatan difusi kapiler alveolar seperti pada udema pulmonari, pneumonia atau fibrosis, d) ketidakseimbangan ventilasi-perfusi seperti pada empisema.
- Hipoksia anemik: Terjadi oleh karena kapasitas O2 darah rendah. p O2 arteri normal, tetapi jumlah Hb yang tersedia untuk membawa O2 berkurang. Dalam keadaan istirahat, hipoksia akibat anemia jarang sekali parah, tetapi pada saat latihan dapat menjadi penghalang. Penyebabnya adalah : a) Penurunan hitung eritrosit karena kehilangan darah, atau penurunan produksi atau peningkatan perombakan eritrosit, b) penurunan konsentrasi Hb sebagai akibat defisiensi Fe, c) sintesis Hb tidak normal seperti pada anemia sel sabit, d) penurunan pengikatan O2 seperti pada keracunan CO, atau pada perubahan kimia Hb (metemoglobinemia).
- Hipoksia Iskemik (sirkulatoris atau stagnant): Terjadi pada saat syok, gagal jantung atau obstruksi intravascular. pO2 pada paru-paru dan konsentrasi Hb normal tetapi pengiriman O2 ke jaringan tidak cukup.
- Hipoksia histotoksik : Terjadi ketika jaringan tidak dapat menggunakan O2 untuk oksidasi. Pengiriman O2 cukup tetapi sel tidak dapat menggunakan O2 yang disuplai oleh mereka. Hal ini terjadi seperti pada keracunan sianida dimana sitokrom oksidase menjadi inaktif.
Efek Hipoksia : Efek hipoksia sangat tergantung pada jaringan yang terkena karena sensitifitas jaringan terhadap hipoksia berbeda-beda. Pada umumnya otak paling sensitif. Anoksia (ketiadaan oksigen) dapat menyebabkan kehilangan kesadaran dalam waktu 15 detik, kerusakan yang ireversibel dalam waktu sekitar 2 menit dan kematian sel dalam waktu 4-5 menit.
3.2. Sianosis:
Sianosis terjadi ketika Hb yang mengalami deoksigensi dalam kapiler melebihi 50 g/L. Karena ia berwarna gelap, bantalan kuku,bibir, cuping telinga dan daerah dimana kulitnya tipis berubah warna menjadi ungu kehitam-hitaman.
4. Adaptasi pada tempat yang tinggi
Pada permukaan laut, tekanan barometrik (PB) rata-rata adalah 760 mmHg. Konsentrasi O2 21% dan memiliki tekanan partial (PO2) pada permukaan laut 160 mmHg sedangkan tekanan dalam alveoli paru-paru sekitar 100 mgHg. Dengan meningkatnya ketinggian, PB mengalami penurunan sehingga PO2 mengalami penurunan.. Pada ketinggian 3000 m PO2 cukup rendah untuk merangsang peningkatan ventilasi melalui kemoreseptor. Pada ketinggian 4000 m PO2 turun di bawah tingkat kritis (35 mmHg) sehingga terjadi keadaan hipoksia yang parah. Pada keadaan ini peningkatan rangsangan terhadap kemoreseptor yang secara progresif dapat meningkatkan ventilasi sehingga memungkinkan untuk mencapai ketinggian yang lebih tinggi sebelum mencapai nilai kritis pada sekitar 7000 m. Di atas 7000 m pada umumnya kesadaran akan hilang.
Perangsangan reseptor O2 pada ketinggian juga menyebabkan jantung berdenyut lebih cepat, sehingga memastikan suplai O2 yang cukup ke jaringan sebagai akibat peningkatan curah jantung. Setelah masa aklimatisasi yang berkepanjangan, jumlah eritrosit dalam darah meningkat sebagai akibat dari peningkatan sekresi eritropoitin. Eritropoitin adalah hormon yang disekresikan oleh ginjal untuk merangsang eritropoiesis (pembentukan sel-sel darah merah) pada sumsum tulang.
RANGKUMAN
Dari uraian mengenai pengendalian respirasi, pengangkutan gas pernafasan, gangguan respirasi dan adaptasi maka dapatlah disimpulkan sebagai berikut:
Pengendalian respirasi dilakukan oleh SSP, dimana impuls yang berasal dari kemoreseptor, mekanoreseptor, propioreseptor dan pressoreseptor dibawa oleh saraf afferent ke SSP. Pengendalian respirasi otonom diatur oleh pusat yang berada di pons dan medulla sedangkan voluntari dikendalikan oleh korteks.
Pengangkutan O2 dilakukan oleh hemoglobin (98.5%) dan terlarut dalam plasma (1.5%). Sementara pengangkutan CO2 dilakukan dengan 3 cara yaitu : membentuk asam karbonat di dalam plasma darah, berikatan dengan hemoglobin dan larut dalam plasma.
Hipoksia merupakan suatu keadaan dimana sel kekurangan O2. Terdapat 4 jenis hipoksia yaitu : hipoksia hipoksik, hipoksia anemic, hipoksia iskemik dan hipoksia histotoksik. Efek hipoksia sangat tergantung pada sensitivitas jaringan yang terkena. Sianosis merupakan keadaan dimana hemoglobin mengalami deoksigenasi dalam kapiler melebihi 50 g/L
Eritripoitin adalah hormon yang disekresikan oleh ginjal sehingga memungkinkan tubuh mampu beradaptasi di tempat yang kurang O2 seperti di ketinggian.
DAFTAR PUSTAKA
Berne, R.M., M.N. Levy. 1990. Principles of Physiology. Wolfe Publication, Ltd. USA.
Campbell, N.A., J.B. Reece., L.G. Mitchell. 2004. Biologi. 5th ed. Alih bahasa : Wasmen Manalu. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Despopoulos, A. dan S. Silbernagl. 1991. Color Atlas of Physiology. Georg Thieme Verlag. Stuttgart, Germany.
Guyton, A.C. 1991. Fisiologi kedokteran. 5th ed. Alih bahasa A. Dharma dan P. Lukmanto. Penerbit Buku Kedokteran jakarta
Hainsworth, F.R. 1981. Animal Physiology Adaptation in Function. Adison-Wesley Publishing Company. Inc. Philippines.
Martini, F.H. and J. L. Nath. 2009. Fundamental of Anatomy and Physiology. Pearson International. USA.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia. 2nd ed. Alih bahasa Brahm U.Pendit. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
Wilson, J.A. 1979. Principles of Animal Physiologi. 2nd ed. Macmillan Publishing Co., Inc. New York.
Presented by Raldo Rasuh
special thank’s to : Dr. Tuju Eline Adelien sebagai dosen dan pemberi materi